Recent Posts

Tuesday, June 10, 2014

TRAKSI DAN GIPS

A.   TRAKSI
1.    Definisi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan tulang dan otot.
Traksi adalah suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, mensejajarkan dan mengimmobilisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas dan menambah ruang antara dua permukaan patahan tulang. Traksi diberikan dengan arah dan besaran yang tepat untuk mendapatkan efek terapeutik. Sedangkan faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus dihilangkan. (Smeltzer and Bare, 2001)
Kadang, traksi harus diasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan yang kedua. Garis-garis tarikan tersebut dikenal dengan vektor gaya. Resultan gaya tarikan yang sebenarnya terletak ditempat di antara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X dan mungkin dilakukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.
Prinsip traksi efektif :
·         Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
·         Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
·         Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
·         Traksi skelet tidak boleh terputus.
·         Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
·         Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
·         Tali tidak boleh macet.
·         Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
·         Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
·         Selalu dikontrol dengan sinar roentgen
( Brunner & suddarth,2001 ).
2.    Tujuan
Tujuan dari pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan muskuloskeletal adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi dislokasi/subluksasi, distraksi interforamina vertebrae, mengurangi deformitas, dan mengurangi rasa nyeri.
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang.Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. (Barbara, 1998)
Tujuan lain dari pemasangan traksi adalah untuk dapat mempertahankan panjang ekstermitas kegarisan (aligment) maupun keseimbangan (stability) pada patah tulang, memungkinkan pergerakan sendi dan mempertahankan kesegarisan fragmen- fragmen patah tulang, kejang-kejang otot pada tulang / sendi akibat patah tulang dapat diatasi, dan mengurangi pembengkakan-pembengkakan pada tungkai.
3.    Klasifikasi
Menurut jenisnya traksi, meliputi:
·         Traksi lurus atau langsung. Traksi ini memberi gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Contohnya, traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis.
·         Traksi suspensi seimbang. Traksi ini memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat tidur, sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya gaya tarikan.
Menurut cara pemasangannya traksi, sebagai berikut:
1.     Traksi Kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
a.    Traksi Buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah  (Smeltzer & Bare,2001 ).
Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut  (Wilson, 1995).
Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut. Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis.
Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit yang rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama beberapa hari.
b.    Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit  (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi  (Wilson, 1995).
Walaupun traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk fraktur panggul  mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan.
Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan penting untuk patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul  karena berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.
c.    Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
d.    Taksi Kulit Bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.
2.    Traksi Skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).
a.    Traksi Rangka Seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal. Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut.
Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35°, kerekan primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa mencapai   panjang normalnya. Paha penderita disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki tergantung bebas diudara.
Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial.
Longitudinal pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik dari tulang(Wilson, 1995 ).
b.    Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur.
4.    Indikasi
Indikasi penggunaan traksi kulit adalah :  
·         fraktur femur dan beberapa fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
·         reduksi tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan.
·         sebagai pengobatan sementara pada fraktur sambil menunggu terapi definitif.
·         Fraktur-fraktur yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur suprakondiler humeri pada anak-anak.
·         spasme otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut dari panggul.
·         kelainan-kelainan tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus (HNP) atau spasme otot-otot tulang belakang.
Indikasi penggunaan traksi tulang antara lain
·         Apabila diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
·         Traksi pada anak-anak yang lebih besar.
·         Pada fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
·         Fraktur-faktur tertentu pada daerah sendi.
·         Fraktur terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak dapat dilakukan.
·         Dipergunakan sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya dislokasi panggul yang lama sebagai persiapan terapi definitif.
Namun secar umum indikasi penggunaan traksi berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut :
a.    Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia.
b.    Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut.
c.    Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
d.    Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha.
e.    Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang dewasa.
f.     Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda.
(Barbara, 1998)
5.    Kontraindikasi
·         Hipermobilitas : Hipermobilitas pada sendi tidak boleh diberikan teknik ini kecuali dengan pertimbangan bahwa fisioterapis dapat menjaga dalam batasan gerak yang normal pada sendi tersebut. Selain itu tidak boleh diaplikasikan pada pasien yang mempunyai potensial nekrose pada ligament dan kapsul sendi.
·         Efusi Sendi : Efusi sendi tidak boleh dilakukan mobilisasi. Hal ini dikarenakan pada kapsul yang ditraksi akan mengalami penggelembungan karena menampung cairan dari luar. Keterbatasan ini berasal dari perubahan yang terjadi dari laur dsan respon otot terhadap nyeri bukan karena pemendekan otot.  
·         Inflamasi : Pada tahap ini tidak boleh dilakukan traksi karena menimbulkan nyeri serta memperberat kerusakan pada jaringan.
·         Fraktur humeri dan osteoporosis
·         Keseleo akut, strain, dan peradangan
·         Ketidakstabilan tulang belakang
·         Kehamilan
·         Hernia hiatus
·         Claustrophobia
6.    Komplikasi
Secara umum, berikut komplikasi yang biasa terjadi pada klien dengan traksi dengan cara pencegahannya :
a.    Dekubitus
Kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya.
b.    Kongesti paru/pneumonia.
Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai resep.
c.    Konstipasi dan anoreksia.
Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
d.    Stasis dan infeksi saluran kemih.
Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.
e.    Trombosi vena profunda.
Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk evaluasi definitive dan terapi.
      Selain yang telah disebutkan diatas, beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah penyakit trombo emboli dan abersi (infeksi dan alergi pada kulit) pada traksi kulit, sedangkan pada traksi skeletal antara lain Infeksi (misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan); kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi yang berlebihan; luka akibat tekanan (misalnya Thomas splint pada tuberositas tibia) dan Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau bila pin mengenai saraf.
7.    Persiapan alat
·         Skin traksi kit
·         k/p pisu cukur
·         k/p balsam perekat
·         k/p alat rawat luka
·         katrol dan pulley
·         beban
·         K/p Bantalan conter traksi
·         k/p bantal kasur
·         gunting
·         bolpoint untuk penanda/ marker
a.    Traksi kulit
·         Bantal keras (bantal pasir )
·          Bedak kulit
·          Kom berisi air putih
·          Handuk
·          Sarung tangan bersih
b.    Traksi skeletal
·          Zat pembersih untuk perawatan pin
·          Set ganti balut
·          Salep anti bakteri (k/p)
·          Kantung sampah infeksius
·          Sarung tangan steril
·          Lidi kapas
·          Povidone Iodine (k/p)
·          Kassa steril
·          Piala ginjal
8.    Persiapan pasien
·         Mengatur posisi tidur pasien supinasi
·         Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa
·         Bila banyak rambut k/p di cukur
·         Anestesi
·         Ukur TD, nadi dan RR
9.    Persiapan lingkungan
·         Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.
·         Menyiapkan posisi pasien sesuai kebutuhan.
·         Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman
10. Langkah-langkah prosedur
·         Mencuci tangan
·         Memakai handscone
·         Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan  bolpoint
·         k/p beri balsam perekat
·         Ambil skintraksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian medial dan lateral kaki secara simetris dengan tetap  menjaga immobilisasi  fraktur
·         Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur
·         Masukkan tali pada pulley katrol
·         Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB = maksimal 5 kg
·         k/p pasang bantalan contertraksi  atau bantal penyangga kaki
·         Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
·         Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan pesankan  untuk manggil perawat bila ada keluhan 

·         Buka tirai/ pintu
·         Alat dikembalikan, dibersihkan  dan dirapikan
·         Sarung tangan dilepas
·         Mencuci tangan
a.    Traksi Kulit
·         Cuci tangan dan pasang sarung tangan
·         Cuci, keringkan dan beri bedak kulit sebelum traksi dipasang kembali
·         Lepas sarung tangan
·         Anjurkan klien untuk menggerakkan ekstremitas  distal yang terpasang traksi
·         Berikan bantalan dibawah akstremitas yang tertekan
·         Berikan penyokong kaku (foot plates) dan lepaskan setiap 2 jam lalu anjurkan klien latihan ekstremitas bawah untuk fleksi, ekstensi dan rotasi
·         Lepas traksi setiap 8 jam atau sesuai instruksi
b.    Traksi Skeletal
·         Cuci tangan
·         Atur posisi klien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk mempertahankan tarikan traksi yang optimal
·         Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan sarung tangan steril
·         Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin, menggunakan lidi kapas dengan teknik menjauh dari pin (dari dalam ke luar)
·         Beri salep anti bakteri jika diperlukan sesuai protokol RS
·         Tutup kassa di lokasi penusukan pin
·         Lepas sarung tangan
·         Buang alat – alat yang telah dipakai ke dalam plastik khusus infeksius
·         Cuci tangan
·         Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk membantu dalam pergerakan di tempat tidur selama ganti alat dan membersihkan area punggung/ bokong
·         Berikan posisi yang tepat di tempat tidur
11. Perawatan
·         Berikan tindakan kenyamanan (contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik
·         Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
·         Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
·         Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
·         Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
·         Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
·         Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
·         Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
·         Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema
12. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilaksanakan intervensi keperawatan:
·         Menunjukan tidak ada tanda iritasi kulit, ekstremitas warna normal, dan hangat, tidak bengkak, dan nadi teraba.
·         Menunjukan tidak terdapat tanda infeksi: suhu dibawah 37oC, jumlah sel darah putih 5000-10.000/mm3, tidak ada nyeri pada luka, tidak ada tanda kemerahan dan drainase pada sisi pin.
·         Menggunakan mekanisme koping efektif
·         Menyebutkan peningkatan kenyamanan:
·         Kadang-kadang meminta analgesia oral
·         Melakukan aktivitas perawatan diri, memerlukan sedikit bantuan pada saat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
·         Pola eliminasi defekasi teratur, dan perut lemas.
·         Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam rencana perawatan).
·         Klien mengekspresikan perasaan dengan aktif, dan tingkat ansietas klien menurun.
·         Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
·         Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan, menggunakan alat bantu yang aman.

·         Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, atau tidak terjadi luka tekan lebih luas.
B. GIPS
1.    Definisi
Gips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of paris, dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di alam berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder, 2000).
Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass. Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass. Indikasi pemasangaan gips adalah klien dislokasi sendi, fraktur, penyakit tulang spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dan lain-lain (Barbara Engram, 1999).
Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras. Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang melingkari ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah satu sisi ekstremitas disebut gips bidai.
Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang  gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass. Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau fiberglass.
2.    Tujuan
Untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.
Tujuan pemasangan gips antara lain:
·         Imobilisasi kasus dislokasi sendi
·         Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
·         Koreksi cacat tulang
·         Imobilisasi padakasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi
·         Mengoreksi deformitas
3.    Klasifikasi
a.    Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, dan melingkar erat didasar ibu jari.
b.    Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi  tegak lurus.
c.     Gips tungkai pendek. Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki, kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral.
d.    Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
e.    Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai telapak untuk berjalan.
f.     Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh.
g.    Gips spika. gips ini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips spika tunggal atau ganda)
h.    Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku
i.      Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips spika tunggal atau ganda)
4.    Indikasi
·         Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).
·         Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
·         Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.
·         Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena berbagai sebab.
·         Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
·         Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
·         Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah operasi tendo Achilles.
·         Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.
5.    Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan pemasangan Gips :
·         Mudah didapatkan.
·         Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.
·         Dapat diganti setiap saat.
·         Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.
·         Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau perawatan luka selam imobiliasi.
·         Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut tertentu.
·         Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat dilakukan walaupun gips terpasang.
·         Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.
Kekurangan pemasangan Gips :
·         Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan pada pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri.
·         Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan mungkin dapat terjadi.
·         Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
·         Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.
6.    Persiapan alat
Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips :
·         Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
·         Baskom berisi air hangat
·         Gunting perban
·         Bengkok
·         Perlak dan alasnya
·         Waslap/duk
·         Pemotong gips
·         Kasa dalam tempatnya
·         Alat cukur
·         Sabun dalam tempatnya
·         Handuk
·         Krim kulit
·         Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
·         Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips
·         Gergaji listrik/pemotong gips
·         Gergaji kecil manual
·         Gunting besar
·         Baskom berisi air hangat
·         Gunting perban
·         Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka
·         Sabun dalam tempatnya
·         Handuk
·         Perlak dan alasnya
·         Waslap
·         Krim atau minyak
7.    Persiapan pasien
Pasien dikaji secara umum sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan tanda, status emosional, pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang akan di pasang gips, termasuk status neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar, dan adanya abrasi.
Data yang harus terpenuhi antara lain adanya rasa gatal atau nyeri ,keterbatasan gerak, rasa panas pada daerah yang di pasang gips dan apakah ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi, luka akibat patah tulang; apakah ada sianosis : apakah ada pendarahan; apakah ada iritasi kulit; apakah ada bau atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh yang di akan di gips.
Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa, ukur TD, nadi dan RR.
8.    Persiapan lingkungan
·         Memposisikan klien sesuai kebutuhan daerah pemasangan/pelepasan gips.
·         Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.
·         Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman
9.    Langkah-langkah prosedur
Pemasangan Gips
Prosedur
Rasional
a.     Siapkan klien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan.


b.     Siapkan alat-alat yang akan digunakan untuk pemasangan gips
c.      Daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun, kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit (bila perlu).
d.     Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.

e.     Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di tentukan dokter selama prosedur.

f.       Pasang duk pada klien.



g.     Pasang spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan di pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat.
h.     Balutkan gulungan bantalan tanpa rajutan dengan rata dan halus sepanjang bagian yang di gips. Tambahkan bantalan didaerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf (mis: caput fibula)
i.       Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips. Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh.
j.       Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong gips.
k.      Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
l.       Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada gips.




m.    Tanyakan pada klien jika hal ini menyebabkan ketidak nyamanan atau nyeri.



n.     Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada catatan klien.

·        Membuat pasien mengerti akan prosedur tindakan yang akan dilakukan sehingga dapat mengurangi cemas.
·        Membantu agar tindkana berjalan dengan mudah.

·        Membuat permukaan yang akan dipasang gips lembab, bersih, sehingga pemasangan gips tidak akan merusak integritas kulit klien.
·        Meminimalkan gerakan, mempertahankan reduksi dan kesegarisan, meningkatkan kenyamanan.
·        Memungkinkan pemasangan gips yang baik, mengurangi insidensi komplikasi (mis : malunion, nonunion, kontraktur)
·        Menghindari pajanan yang tidak perlu, melindungi bagian badan lain terhadap kontak dengan bahan gips.
·        Melindungi kulit dari bahan gips, melindingi dari tekanan, lipatan diatas tepi gips; menciptakan tepi bantalan lembut, melindungi kulit dari abrasi.
·        Melindungi kulit dari tekanan gips, melindungi kulit pada tonjolan tulang, dan melindungi saraf superfissial.


·        Membuat gips menjadi lembut, solid dengan kontur yang baik, memungkinkan pemasangan yang lembut. Membuat gips yang lembut, solid, dan mengimobilisasi. Serta membuat gips sedemikian rupa sehingga dapat memberi dukungan yang adekuat serta dapat memperkuat gips.




·        Melindungi kulit dari abrasi. Menjamin kisaran gerakan sendi disekitarnya.

·        Menjaga agar partikel tidak lepas dan masuk kebawah gips.
·        Bahan gips mengeras dalam beberapa menit. Kekerasan maksimal gips sintesis terjadi dalam beberapa menit. Kekerasan maksimal pada gips terjadi bersama pengeringan (24-72 jam) bergantung pada tebalnya gips dan lingkungan. Mencegah lekukan dan daerah tekanan.
·        Mengobservasi adakah efek yang ditimbulkan gips pada pasien yang mengganggu kenyamanan pasien, sehingga dapat melakukan intervensi.
·        Sebagai catatan/pegangan untuk perawat.


Yang diperhatikan dalam Pemasangan Gips, yaitu :
a.    Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
b.    Gips patah tidak bisa digunakan.
c.    Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
d.    Jangan merusak / menekan gips.
e.    Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
f.     Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

Pelepasan Gips
Prosedur
Rasional
a.     Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan.
b.     Yakinkan klien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan mengenai kulit
c.      Gips akan di belah dengan menggunakan tekanan berganti-ganti dan gerakan linear pisau sepanjang garis potongan.
d.     Gunakan pelindung mata pada klien dan petugas pemotong gips.


e.     Potong bantalan gips dengan gunting
f.       Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas

g.     Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim atau minyak.
h.     Berikan informasi pada klien untuk tidak menggosok dan menggaruk kulit.
i.       Ajarkan klien secara bertahap melakukan aktifitas tubuh sesuai program terapi.




j.       Ajarkan klien untuk mengontrol pembengkakan dengan meninggikan ekstremitas atau menggunakan balutan elastis bila perlu.

·      Meningkatkan kerja sama dan  mengurangi kecemasan akan prosedur.
·      Mengurangi ansietas (pisau berosilasi untuk memotong gips).

·      Membelah gips, mencegah rasa terbakar akibat kontak lama antara pisau osilasi dan bantalan.

·      Melindungi mata dari bakteri gips yang bertebaran. Dan melindungi cedera mata dari hasil potongan gips yang mungkin ada.
·      Membebaskan semua bahan gips.
·      Mengurangi stres pada bagian tubuh yang telah di imobilisasi.
·      Mengangkat kulit mati yang telah menumpuk selamam imobilisasi. Menjaga kulit agar tetap kenyal.
·      Mencegah kerusakan kulit.


·      Melindungi bagian yang menjadi lemah akibat stres yang berlebihan. Latihan progresif dapat mengurangi kekakuan serta mengembalikan kekuatan dan fungsi otot.
·      Memperbaiki peredaran darah (misalnya aliran vena balik) dan mengontrol penggumpalan cairan.


10. Perawatan
·         Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan gips.
·         Setelah pemasangan gips harus dilakukan pemantauan yang teratur, tergantung dari lokasi pemasangan.
·         Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus diperbaiki.
11. Evaluasi
a.    1.    Melaporkan berkurangnya nyeri
·   meninggikan ekstremitas yang di gips
·   melakukan teknik manajemen nyeri
·   menggunakan analgetik oral
b.    Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas
·   mempergunakan alat bantu yang aman
·   berlatih untuk meningkatkan kekuatan
·   Mengubah posisi sesering mungkin
·   melakukan latihan sesuai kisaran gerakan sendi yang tidak tertutup gips
c.    Terjaganya peredaran darah yang adekuat pada ekstremitas
·   Memperlihatkan warna kulit yang normal
·   Mengalami pembengkakan minimal
·   Mampu memperlihatkan pengisian kapiler yang adekuat
·   Memperlihatkan gerakan aktif jari tangan dan kaki
·   Melaporkan sensasi normal pada bagian yang digips.
d.    Klien secara aktif berpartisipasi dalam program terapi
·   meninggikan eksterimitas yang terkena.
·   berlatih sesuai intruksi
·   Menjaga gips tetap kering.
·   Melaporkan setiap masalah yg timbul.
·   Tetap melakukan tindak lanjut atau mengadakan perjanjian dengan dokter
·   Tidak memperlihatkan adanya komplikasi
e.    Memperlihatkan penyembuhan abrasi dan laserasi
·   Tidak memperlihatkan tanda dan gejala infeksi
·   Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips dibuka

Referensi
  • 1.    Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.
  • 2.    Ningsih, Nurma & Lukman. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
  • 3.    Sjamsuhidajat, R. & Wim de Jong. 2001. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
  • 4.    Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.2005
  • 5.    Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI.
  • 6.    Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New York: Churchill Livingstone, 1989.
  • 7.    Salter/ Textbook of Disorders and injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore/London: Willians & Wilkins, 1983.
  • 8.    Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the Injured Patient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker, 1990
  • Lembar uji kompetensi praktek keperawatan dewasa I&II S1 keperawatan stikes kepanjen TA 2011/2012 : Perawatan pasien dengan traksi

0 comments :

Post a Comment