A. TRAKSI
1.
Definisi
Traksi adalah tahanan
yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau
gangguan tulang dan otot.
Traksi adalah suatu
pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan
spasme otot; untuk mereduksi, mensejajarkan dan mengimmobilisasi fraktur; untuk
mengurangi deformitas dan menambah ruang antara dua permukaan patahan tulang.
Traksi diberikan dengan arah dan besaran yang tepat untuk mendapatkan efek
terapeutik. Sedangkan faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi
harus dihilangkan. (Smeltzer and Bare, 2001)
Kadang, traksi harus
diasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang
diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi
terhadap garis tarikan yang kedua. Garis-garis tarikan tersebut dikenal dengan
vektor gaya. Resultan gaya tarikan yang sebenarnya terletak ditempat di antara
kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan
sinar-X dan mungkin dilakukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah
rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang
diinginkan.
Prinsip
traksi efektif :
·
Kontraksi harus dipertahankan agar traksi
tetap efektif
·
Traksi harus berkesinambungan agar reduksi
dan imobilisasi fraktur efektif.
·
Traksi kulit pelvis dan serviks sering
digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi
intermiten.
·
Traksi skelet tidak boleh terputus.
·
Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi
dimaksudkan intermiten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau
mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
·
Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar
dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
·
Tali tidak boleh macet.
·
Pemberat harus tergantung bebas dan tidak
boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
·
Simpul pada tali atau telapak kaki tidak
boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
·
Selalu dikontrol dengan sinar roentgen
( Brunner &
suddarth,2001 ).
2.
Tujuan
Tujuan dari pemasangan
traksi pada klien yang mengalami gangguan muskuloskeletal
adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi dislokasi/subluksasi,
distraksi interforamina vertebrae, mengurangi deformitas, dan mengurangi rasa
nyeri.
Traksi digunakan
untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan
mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang
diantara dua permukaan antara patahan tulang.Traksi harus diberikan dengan arah
dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi
kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk
mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. (Barbara, 1998)
Tujuan lain
dari pemasangan traksi adalah untuk
dapat mempertahankan panjang ekstermitas kegarisan (aligment) maupun
keseimbangan (stability) pada patah tulang, memungkinkan pergerakan sendi dan
mempertahankan kesegarisan fragmen- fragmen patah tulang, kejang-kejang otot
pada tulang / sendi akibat patah tulang dapat diatasi, dan mengurangi
pembengkakan-pembengkakan pada tungkai.
3.
Klasifikasi
Menurut jenisnya traksi, meliputi:
·
Traksi lurus atau
langsung. Traksi ini memberi gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian
tubuh berbaring di tempat tidur. Contohnya, traksi ekstensi Buck dan traksi
pelvis.
·
Traksi suspensi seimbang.
Traksi ini memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat tidur,
sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya
gaya tarikan.
Menurut
cara pemasangannya traksi, sebagai berikut:
1.
Traksi Kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan
memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas
digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi Buck, traksi russell,
dan traksi Dunlop”.
a. Traksi Buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk
traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi
parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman
setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer
& Bare,2001 ).
Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana,
dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek.
Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk
mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan
diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995).
Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid
atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut. Kemudian
disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang digulung, kemudian
plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu
stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis.
Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di hubungkan
dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang
diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada
kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi
kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang
melingkar dapat mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita, yang
sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester
juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin akan menimbulkan
ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit yang
rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih
disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama
beberapa hari.
b. Traksi Russell
Dapat
digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada
penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan
elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar
lutut benar- benar fleksi dan menghindari tekanan pada
tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Masalah
yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita
kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan
dan beban turun kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki
tempat tidur sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik
bumi (Wilson, 1995).
Walaupun
traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur
femur, reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh
dengan memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban.
Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi tranversal
melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan ini adalah
memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik vertikal beban paha dan
gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan tulang
yang cidera dengan kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan
untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul selama
evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan.
Meskipun
traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan
penting untuk patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada
penderita usia lanjut dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan
timbul karena berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti
dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.
c. Traksi Dunlop
Adalah
traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah
dalam posisi fleksi.
d. Taksi Kulit Bryant
Traksi
ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha.
Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya
lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami
kerusakan berat.
2.
Traksi Skelet
Traksi
skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering
untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang
skelet traksi bersifat seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena,
memungkinkan gerakan pasien sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan
kemandirian pasien maupun asuh keperawatan sementara traksi yang efektif tetap
dipertahankan yang termasuk skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer
& Bare,2001 ).
a. Traksi Rangka Seimbang
Traksi
rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus
femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi
sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur
distal atau tibia proksimal. Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama
dipasang pada pancang tersebut.
Ektermitas
pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35°, kerekan
primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu
longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang
sedemikian rupa mencapai panjang normalnya. Paha penderita
disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan
ektermitas itu sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai
sehingga kaki tergantung bebas diudara.
Dengan
demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini
sangat berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh bidai
dapat diadduksi atau diabduksi untuk memperbaiki deformitas angular pada bidang
medle lateral fleksi panggul dan lutut lebih besar atau lebih kecil
memungkinkan perbaikan lateral posisi dan angulasi alat banyak memiliki
keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial.
Longitudinal
pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk
pemeriksaan ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka lokal serta
mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan
pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya
peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin
telah tertarik dari tulang(Wilson, 1995 ).
b. Traksi 90-90-90
Traksi
90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa
muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang femur hamper
selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan
cukup bebas diatas tempat tidur.
4.
Indikasi
Indikasi penggunaan traksi kulit
adalah :
·
fraktur
femur dan beberapa fraktur suprakondiler humeri anak-anak.
·
reduksi
tertutup dimana manipulasi dan imobilisasi tidak dapat dilakukan.
·
sebagai pengobatan sementara pada fraktur sambil
menunggu terapi definitif.
·
Fraktur-fraktur
yang sangat bengkak dan tidak stabil misalnya fraktur suprakondiler humeri pada
anak-anak.
·
spasme
otot atau pada kontraktur sendi misalnya sendi lutut dari panggul.
·
kelainan-kelainan
tulang belakang seperti hernia nukleus pulposus (HNP) atau
spasme otot-otot tulang belakang.
Indikasi penggunaan traksi tulang antara lain :
·
Apabila
diperlukan traksi yang lebih berat dari 5 kg.
·
Traksi
pada anak-anak yang lebih besar.
·
Pada
fraktur yang bersifat tidak stabil, oblik atau komunitif.
·
Fraktur-faktur
tertentu pada daerah sendi.
·
Fraktur
terbuka dengan luka yang sangat jelek dimana fiksasi eksterna tidak dapat
dilakukan.
·
Dipergunakan
sebagai traksi langsung pada traksi yang sangat berat misalnya dislokasi panggul
yang lama sebagai persiapan terapi definitif.
Namun secar umum indikasi
penggunaan traksi berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut :
a. Traksi
rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia.
b. Traksi
buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk
mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan
diperbaiki lebih lanjut.
c. Traksi
Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada
humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah
dalm posisi flexsi.
d. Traksi
kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah
tulang paha.
e. Traksi
rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus
pemoralis orang dewasa.
f. Traksi
90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa
muda.
(Barbara, 1998)
5. Kontraindikasi
·
Hipermobilitas : Hipermobilitas pada sendi
tidak boleh diberikan teknik ini kecuali dengan pertimbangan bahwa fisioterapis
dapat menjaga dalam batasan gerak yang normal pada sendi tersebut. Selain itu
tidak boleh diaplikasikan pada pasien yang mempunyai potensial nekrose pada
ligament dan kapsul sendi.
·
Efusi Sendi : Efusi sendi tidak boleh dilakukan mobilisasi. Hal ini
dikarenakan pada kapsul yang ditraksi akan mengalami penggelembungan karena
menampung cairan dari luar. Keterbatasan ini berasal dari perubahan yang
terjadi dari laur dsan respon otot terhadap nyeri bukan karena pemendekan
otot.
·
Inflamasi : Pada tahap ini tidak boleh
dilakukan traksi karena menimbulkan nyeri serta memperberat kerusakan pada
jaringan.
·
Fraktur humeri dan osteoporosis
·
Keseleo akut, strain, dan peradangan
·
Ketidakstabilan tulang belakang
·
Kehamilan
·
Hernia hiatus
·
Claustrophobia
6. Komplikasi
Secara
umum, berikut komplikasi yang biasa terjadi pada klien dengan traksi dengan
cara pencegahannya :
a. Dekubitus
Kulit
pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian
khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk
mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai
alat pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat
tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah,
perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur
khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus
akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai
penanganannya.
b. Kongesti
paru/pneumonia.
Paru
pasien diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk
menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru
dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian
menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi
respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi
khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai
resep.
c. Konstipasi
dan anoreksia.
Penurunan
motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi
serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah
terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai
penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan
enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang
disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
d. Stasis
dan infeksi saluran kemih.
Pengosongan
kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat
mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin
merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi
cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau
masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum
cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila
pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera
berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.
e. Trombosi
vena profunda.
Stasis
vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka
latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari
untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk
meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya,
yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya
tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk
evaluasi definitive dan terapi.
Selain yang telah disebutkan diatas,
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah penyakit trombo emboli dan
abersi (infeksi dan alergi pada kulit) pada traksi kulit, sedangkan pada traksi
skeletal antara lain Infeksi (misalnya infekis melalui kawat/pin yang digunakan); kegagalan penyambungan tulang (nonunion) akibat traksi
yang berlebihan; luka akibat tekanan (misalnya Thomas splint pada
tuberositas tibia) dan Parese saraf akibat traksi yang berlebihan (overtraksi) atau
bila pin mengenai saraf.
7. Persiapan
alat
·
Skin traksi kit
·
k/p pisu cukur
·
k/p balsam perekat
·
k/p alat rawat luka
·
katrol dan pulley
·
beban
·
K/p Bantalan conter traksi
·
k/p bantal kasur
·
gunting
·
bolpoint untuk penanda/ marker
a. Traksi
kulit
·
Bantal keras (bantal pasir )
·
Bedak kulit
·
Kom berisi air putih
·
Handuk
·
Sarung tangan bersih
b. Traksi
skeletal
·
Zat pembersih untuk perawatan pin
·
Set ganti balut
·
Salep anti bakteri (k/p)
·
Kantung sampah infeksius
·
Sarung tangan steril
·
Lidi kapas
·
Povidone Iodine (k/p)
·
Kassa steril
·
Piala ginjal
8.
Persiapan pasien
·
Mengatur posisi tidur pasien supinasi
·
Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa
·
Bila banyak rambut k/p di cukur
·
Anestesi
·
Ukur TD, nadi dan RR
9.
Persiapan lingkungan
·
Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.
·
Menyiapkan posisi pasien sesuai kebutuhan.
·
Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman
10. Langkah-langkah
prosedur
·
Mencuci tangan
·
Memakai handscone
·
Beri tanda batas pemasangan plester gips
menggunakan bolpoint
·
k/p beri balsam perekat
·
Ambil skintraksi kit lalu rekatkan plester
gips pada bagian medial dan lateral kaki secara simetris dengan tetap
menjaga immobilisasi fraktur
·
Pasang katrol lurus dengan kaki bagian
fraktur
·
Masukkan tali pada pulley katrol
·
Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB =
maksimal 5 kg
·
k/p pasang bantalan contertraksi atau
bantal penyangga kaki
·
Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
·
Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai
dan pesankan untuk manggil perawat bila ada keluhan
·
Buka tirai/ pintu
·
Alat dikembalikan, dibersihkan dan dirapikan
·
Sarung tangan dilepas
·
Mencuci tangan
a. Traksi
Kulit
·
Cuci tangan dan pasang sarung tangan
·
Cuci, keringkan dan beri bedak kulit sebelum
traksi dipasang kembali
·
Lepas sarung tangan
·
Anjurkan klien untuk menggerakkan
ekstremitas distal yang terpasang traksi
·
Berikan bantalan dibawah akstremitas yang
tertekan
·
Berikan penyokong kaku (foot plates) dan
lepaskan setiap 2 jam lalu anjurkan klien latihan ekstremitas bawah untuk
fleksi, ekstensi dan rotasi
·
Lepas traksi setiap 8 jam atau sesuai
instruksi
b. Traksi
Skeletal
·
Cuci tangan
·
Atur posisi klien dalam posisi lurus di
tempat tidur untuk mempertahankan tarikan traksi yang optimal
·
Buka set ganti balut, cairan pembersih dan
gunakan sarung tangan steril
·
Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin,
menggunakan lidi kapas dengan teknik menjauh dari pin (dari dalam ke luar)
·
Beri salep anti bakteri jika diperlukan
sesuai protokol RS
·
Tutup kassa di lokasi penusukan pin
·
Lepas sarung tangan
·
Buang alat – alat yang telah dipakai ke dalam
plastik khusus infeksius
·
Cuci tangan
·
Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk
membantu dalam pergerakan di tempat tidur selama ganti alat dan membersihkan
area punggung/ bokong
·
Berikan posisi yang tepat di tempat tidur
11. Perawatan
·
Berikan tindakan kenyamanan (contoh: sering
ubah posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik
·
Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik
relaksan otot.
·
Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
·
Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti
sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
·
Pertahankan linen klien tetap kering, bebas
keriput.
·
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun
longgar.
·
Dorong klien untuk menggunakan manajemen
stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
·
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
·
Identifikasi tanda atau gejala yang
memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema
12. Evaluasi
Hasil
yang diharapkan setelah dilaksanakan intervensi keperawatan:
·
Menunjukan tidak ada tanda iritasi kulit,
ekstremitas warna normal, dan hangat, tidak bengkak, dan nadi teraba.
·
Menunjukan tidak terdapat tanda infeksi: suhu
dibawah 37oC, jumlah sel darah putih 5000-10.000/mm3,
tidak ada nyeri pada luka, tidak ada tanda kemerahan dan drainase pada sisi
pin.
·
Menggunakan mekanisme koping efektif
·
Menyebutkan peningkatan kenyamanan:
·
Kadang-kadang meminta analgesia oral
·
Melakukan aktivitas perawatan diri,
memerlukan sedikit bantuan pada saat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
·
Pola eliminasi defekasi teratur, dan perut
lemas.
·
Klien mengerti dengan program terapi, klien
menunjukkan pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi,
berpartisipasi dalam rencana perawatan).
·
Klien mengekspresikan perasaan dengan aktif,
dan tingkat ansietas klien menurun.
·
Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi
sendiri sesering mungkin sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat
nyenyak.
·
Mobilitas klien meningkat, klien melakukan
latihan yang dianjurkan, menggunakan alat bantu yang aman.
·
Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri
tekan. Kulit tetap utuh, atau tidak terjadi luka tekan lebih luas.
B.
GIPS
1.
Definisi
Gips
dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of
paris, dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang
terdapat di alam berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat dan
air. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai
dengan kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder, 2000).
Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk
imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe plester atau
fiberglass. Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal yang terbuat dari bahan
mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan tipe plester atau
fiberglass. Indikasi pemasangaan gips adalah klien dislokasi sendi, fraktur,
penyakit tulang spondilitis TBC, pasca operasi, skliosis, spondilitis TBC, dan
lain-lain (Barbara Engram, 1999).
Gips
merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat
menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan
menjadi keras. Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan
melingkari sepanjang ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas.
Gips yang dipasang melingkari ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika
gips dipasang pada salah satu sisi ekstremitas disebut gips bidai.
Gips
adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur
tubuh tempat gips di pasang gips adalah
balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan
bahan gips tipe plester atau fiberglass. Jadi gips adalah alat imobilisasi
eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula
khusus dengan tipe plester atau fiberglass.
2.
Tujuan
Untuk
mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang
merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.
Tujuan
pemasangan gips antara lain:
·
Imobilisasi kasus dislokasi sendi
·
Fiksasi fraktur yang telah di reduksi
·
Koreksi cacat tulang
·
Imobilisasi padakasus penyakit tulang setelah
dilakukan operasi
·
Mengoreksi deformitas
3.
Klasifikasi
a. Gips lengan pendek. Gips ini
dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak tangan, dan melingkar
erat didasar ibu jari.
b. Gips lengan panjang. Gips ini
dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai disebelah prosimal
lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam
posisi tegak lurus.
c. Gips tungkai pendek. Gips ini
dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki, kaki dalam sudut tegak
lurus pada posisi netral.
d. Gips tungkai panjang, gips ini
memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha sampai dasar jari
kaki, lutut harus sedikit fleksi.
e. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau
pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai telapak untuk berjalan.
f. Gips tubuh. Gips ini melingkar di
batang tubuh.
g. Gips spika. gips ini melibatkan
sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips spika tunggal atau
ganda)
h. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang
melingkari batang tubuh, bahu dan siku
i. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari
batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips spika tunggal atau ganda)
4. Indikasi
·
Untuk pertolongan pertama pada faktur
(berfungsi sebagai bidal).
·
Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan
dan mengurangi nyeri misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang
atau pasca operasi seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.
·
Sebagai pengobatan definitif untuk
imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak dan fraktur tertentu pada orang
dewasa.
·
Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan
misalnya pada talipes ekuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut
oleh karena berbagai sebab.
·
Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.
·
Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi
tulang untuk menyatu setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.
·
Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo
tertentu misalnya setelah operasi tendo Achilles.
·
Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk
pembuatan bidai atau protesa.
5.
Kelebihan
dan Kekurangan
Kelebihan pemasangan Gips :
·
Mudah didapatkan.
·
Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap
dokter.
·
Dapat diganti setiap saat.
·
Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai
bentuk anggota gerak.
·
Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk
membuka jahitan atau perawatan luka selam imobiliasi.
·
Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat
dilakukan membuat sudut tertentu.
·
Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan
foto rontgen tetap dapat dilakukan walaupun gips terpasang.
·
Merupakan terapi konservatif pilihan untuk
menghindari operasi.
Kekurangan pemasangan Gips :
·
Pemasangan gips yang ketat akan memberikan
gangguan atau tekanan pada pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri.
·
Pemasangan yang lama dapat menyebabkan
kekakuan pada sendi dan mungkin dapat terjadi.
·
Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
·
Berat dan tidak nyaman dipakai oleh
penderita.
6. Persiapan
alat
Persiapan
alat –alat untuk pemasangan gips :
·
Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas
tubuh yang akan di gips
·
Baskom berisi air hangat
·
Gunting perban
·
Bengkok
·
Perlak dan alasnya
·
Waslap/duk
·
Pemotong gips
·
Kasa dalam tempatnya
·
Alat cukur
·
Sabun dalam tempatnya
·
Handuk
·
Krim kulit
·
Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap
keringat)
·
Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas
sintetis)
Alat
yang di gunakan untuk pelepasan gips
·
Gergaji listrik/pemotong gips
·
Gergaji kecil manual
·
Gunting besar
·
Baskom berisi air hangat
·
Gunting perban
·
Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di
buka
·
Sabun dalam tempatnya
·
Handuk
·
Perlak dan alasnya
·
Waslap
·
Krim atau minyak
7. Persiapan
pasien
Pasien
dikaji secara umum sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan tanda, status
emosional, pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang akan
di pasang gips, termasuk status neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar, dan
adanya abrasi.
Data yang harus terpenuhi antara lain adanya rasa gatal
atau nyeri ,keterbatasan gerak, rasa panas pada daerah yang di pasang gips dan apakah
ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi, luka akibat patah
tulang; apakah ada sianosis : apakah ada pendarahan; apakah ada iritasi kulit;
apakah ada bau atau cairan yang keluar dari bagian dari bagian tubuh yang di akan
di gips.
Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa, ukur
TD, nadi dan RR.
8.
Persiapan lingkungan
·
Memposisikan klien sesuai kebutuhan daerah
pemasangan/pelepasan gips.
·
Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.
·
Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman
9.
Langkah-langkah prosedur
Pemasangan
Gips
Prosedur
|
Rasional
|
a. Siapkan
klien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan.
b. Siapkan
alat-alat yang akan digunakan untuk pemasangan gips
c. Daerah
yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun,
kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit (bila perlu).
d. Sokong
ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.
e. Posisikan
dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di tentukan dokter
selama prosedur.
f. Pasang
duk pada klien.
g. Pasang
spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan di
pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat.
h. Balutkan
gulungan bantalan tanpa rajutan dengan rata dan halus sepanjang bagian yang
di gips. Tambahkan bantalan didaerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf
(mis: caput fibula)
i. Pasang
gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar mulai
dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu
membalut, lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan
lapisan gips. Lakukan dengan gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak
yang konstan dengan bagian tubuh.
j. Setelah
pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong gips.
k. Bersihkan
Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.
l. Sokong
gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan
diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan
pada gips.
m. Tanyakan
pada klien jika hal ini menyebabkan ketidak nyamanan atau nyeri.
n. Mendokumentasikan
prosedur dan respons klien pada catatan klien.
|
·
Membuat pasien mengerti akan prosedur
tindakan yang akan dilakukan sehingga dapat mengurangi cemas.
·
Membantu agar tindkana berjalan dengan
mudah.
·
Membuat permukaan yang akan dipasang
gips lembab, bersih, sehingga pemasangan gips tidak akan merusak integritas
kulit klien.
·
Meminimalkan gerakan, mempertahankan
reduksi dan kesegarisan, meningkatkan kenyamanan.
·
Memungkinkan pemasangan gips yang
baik, mengurangi insidensi komplikasi (mis : malunion, nonunion, kontraktur)
·
Menghindari pajanan yang tidak perlu,
melindungi bagian badan lain terhadap kontak dengan bahan gips.
·
Melindungi kulit dari bahan gips,
melindingi dari tekanan, lipatan diatas tepi gips; menciptakan tepi bantalan
lembut, melindungi kulit dari abrasi.
·
Melindungi kulit dari tekanan gips,
melindungi kulit pada tonjolan tulang, dan melindungi saraf superfissial.
·
Membuat gips menjadi lembut, solid
dengan kontur yang baik, memungkinkan pemasangan yang lembut. Membuat gips
yang lembut, solid, dan mengimobilisasi. Serta membuat gips sedemikian rupa
sehingga dapat memberi dukungan yang adekuat serta dapat memperkuat gips.
·
Melindungi kulit dari abrasi. Menjamin
kisaran gerakan sendi disekitarnya.
·
Menjaga agar partikel tidak lepas dan
masuk kebawah gips.
·
Bahan gips mengeras dalam beberapa
menit. Kekerasan maksimal gips sintesis terjadi dalam beberapa menit.
Kekerasan maksimal pada gips terjadi bersama pengeringan (24-72 jam)
bergantung pada tebalnya gips dan lingkungan. Mencegah lekukan dan daerah
tekanan.
·
Mengobservasi adakah efek yang
ditimbulkan gips pada pasien yang mengganggu kenyamanan pasien, sehingga
dapat melakukan intervensi.
·
Sebagai catatan/pegangan untuk
perawat.
|
Yang diperhatikan dalam Pemasangan Gips, yaitu :
a. Gips
yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.
b. Gips
patah tidak bisa digunakan.
c. Gips
yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.
d. Jangan
merusak / menekan gips.
e. Jangan
pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk
f. Jangan
meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.
Pelepasan
Gips
Prosedur
|
Rasional
|
a. Jelaskan
pada klien prosedur yang akan dilakukan.
b. Yakinkan
klien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan mengenai kulit
c. Gips
akan di belah dengan menggunakan tekanan berganti-ganti dan gerakan linear
pisau sepanjang garis potongan.
d. Gunakan
pelindung mata pada klien dan petugas pemotong gips.
e. Potong
bantalan gips dengan gunting
f. Sokong
bagian tubuh ketika gips di lepas
g. Cuci
dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim atau
minyak.
h. Berikan
informasi pada klien untuk tidak menggosok dan menggaruk kulit.
i. Ajarkan
klien secara bertahap melakukan aktifitas tubuh sesuai program terapi.
j. Ajarkan
klien untuk mengontrol pembengkakan dengan meninggikan ekstremitas atau
menggunakan balutan elastis bila perlu.
|
· Meningkatkan
kerja sama dan mengurangi kecemasan akan prosedur.
· Mengurangi
ansietas (pisau berosilasi untuk memotong gips).
· Membelah
gips, mencegah rasa terbakar akibat kontak lama antara pisau osilasi dan
bantalan.
· Melindungi
mata dari bakteri gips yang bertebaran. Dan melindungi cedera mata dari hasil
potongan gips yang mungkin ada.
· Membebaskan
semua bahan gips.
· Mengurangi
stres pada bagian tubuh yang telah di imobilisasi.
· Mengangkat
kulit mati yang telah menumpuk selamam imobilisasi. Menjaga kulit agar tetap
kenyal.
· Mencegah
kerusakan kulit.
· Melindungi
bagian yang menjadi lemah akibat stres yang berlebihan. Latihan progresif
dapat mengurangi kekakuan serta mengembalikan kekuatan dan fungsi otot.
· Memperbaiki
peredaran darah (misalnya aliran vena balik) dan mengontrol penggumpalan
cairan.
|
10. Perawatan
·
Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan
lain yang mengakibatkan kerusakan gips.
·
Setelah pemasangan gips harus dilakukan
pemantauan yang teratur, tergantung dari lokasi pemasangan.
·
Gips yang mengalami kerusakan atau lembek
pada beberapa tempat, harus diperbaiki.
11. Evaluasi
a. 1. Melaporkan
berkurangnya nyeri
· meninggikan
ekstremitas yang di gips
· melakukan
teknik manajemen nyeri
· menggunakan
analgetik oral
b. Memperlihatkan
peningkatan kemampuan mobilitas
· mempergunakan
alat bantu yang aman
· berlatih
untuk meningkatkan kekuatan
· Mengubah
posisi sesering mungkin
· melakukan
latihan sesuai kisaran gerakan sendi yang tidak tertutup gips
c. Terjaganya
peredaran darah yang adekuat pada ekstremitas
· Memperlihatkan
warna kulit yang normal
· Mengalami
pembengkakan minimal
· Mampu
memperlihatkan pengisian kapiler yang adekuat
· Memperlihatkan
gerakan aktif jari tangan dan kaki
· Melaporkan
sensasi normal pada bagian yang digips.
d. Klien
secara aktif berpartisipasi dalam program terapi
· meninggikan
eksterimitas yang terkena.
· berlatih
sesuai intruksi
· Menjaga
gips tetap kering.
· Melaporkan
setiap masalah yg timbul.
· Tetap
melakukan tindak lanjut atau mengadakan perjanjian dengan dokter
· Tidak
memperlihatkan adanya komplikasi
e. Memperlihatkan
penyembuhan abrasi dan laserasi
· Tidak
memperlihatkan tanda dan gejala infeksi
· Memperlihatkan
kulit yang utuh saat gips dibuka
Referensi
- 1. Engram,
Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC.
- 2. Ningsih,
Nurma & Lukman. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
- 3. Sjamsuhidajat,
R. & Wim de Jong. 2001. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
- 4. Sjamsuhidajat
R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.2005
- 5. Djoko
Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian
Bedah FKUI.
- 6. Dandy
DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New York:
Churchill Livingstone, 1989.
- 7. Salter/
Textbook of Disorders and injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed.
Baltimore/London: Willians & Wilkins, 1983.
- 8. Rosenthal
RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the
Injured Patient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker, 1990
- Lembar uji kompetensi praktek keperawatan dewasa
I&II S1 keperawatan stikes kepanjen TA 2011/2012 : Perawatan pasien dengan
traksi
0 comments :
Post a Comment