Recent Posts
Tuesday, June 10, 2014
URINARY INCONTINENCE (INKONTINENSIA URIN)
Posted by
Unknown
1.
Definisi
EAU
(European Association of Urology) menjelaskan bahwa inkontinensia urin (UI)
adalah keluhan yang sangat umum di setiap bagian dari dunia. Hal ini
menyebabkan banyak penderitaan dan rasa malu, serta biaya yang signifikan, baik
individu dan masyarakat. Perkiraan prevalensi bervariasi sesuai dengan definisi
inkontinensia yang digunakan dan populasi yang diteliti. Namun, ada kesepakatan
universal tentang pentingnya masalah, baik dari segi penderitaan manusia dan
biaya ekonomi.
Dmochowsky
menyatakan bahwa secara epidemiologi inkontinensia urin merupakan ketidakmampuan
untuk berkemih selama satu tahun atau lebih dan terjadi dalam beberapa episode
sebulannya. Sedangkan The International Continence Society (ICS) medefinisikan
inkontinensia urin terjadi ketika urin keluar
secara involunter yang tampak jelas dan obyektif dan dapat mencetuskan
masalah sosial serta hygiene.
Society of
Urologic Nurses and Asociates, inkontinensia urin didefinisikan sebagai perkemihan
tidak terkontrol atau involunter dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Inkontinensia
tidak harus dikaitkan dengan lansia. Inkontinensia dapat dialami setiap
individu pada usia berapa pun walaupun kondisi ini lebih umum dialami oleh
lansia. Inkontinensia yang berkelanjutan memungkinkan terjadi kerusakan pada
kulit. Sifat urin yang asam mengiritasi kulit. Pasien yang tidak dapat
melakukan mobilisasi dan sering mengalami inkontinensia beresiko terkena luka
dekubitus (Potter dan Perry, 2005).
2.
Etiologi
Inkontinensia urin memiliki etiologi
multiple. Gangguan struktur dan fungsi termasuk
bladder, uretra, ureter, dan jaringan ikat sekitarnya bisa turut berkontribusi.
Bisa pula gangguan pada tulang belakang atau CNS menjadi faktor utama pada
beberapa kasus. Kormobiditas medis juga memiliki peran penting. Selain itu,
beberapa kasus inkontinensia urin mungkin disebabkan secara farmakologikal.
Penyebab paling umum pada inkontinesia
stres pada wanita adalah hipermobilitas uretra sekunder yang menyebabkan
lemahnya otot dasar pinggul. Ini bisa disebabkan karena berkurangnya esterogen
saat postmenopausal, melahirkan, pembedahan, atau berbagai jenis penyakit yang
memepngaruhi kekuatan jaringan. Sedikit penyebab inkontinensia stress adalah
defisiensi spincher interinsik, yang merupakan akibat dari penuaan, trauma
pelvis, pembedahan (seperti hysteroctomy, uretrophexy, pubovaginal sliing) atau
disfungsi neurologis.
Faktor yang berkontribusi yang
berhubungan dengan usia untuk inkontinesia urin termasuk melemahnya jaringan
ikat, atropi genitourinaria saat hiposterigenisme, peningkatan insiden yang berhubungan
dengan gangguan medis, meningkatnya diuresis nokturnal dan kegagalan mobilitas
dan fungsi kognitif.
Penyebab yang jarang terjadi pada
inkontinensia urin antara lain komplikasi dari prosedur urologis atau terapi
radiasi pelvis. Pada pediatrik, ini termasuk enuresis dan abnormalitas
kongenital dari sistem genitourinari.
Penyebab
transient
Inkontinensia urin sementara sering
terjadi pada orang tua dan pasien hospitalisasi. Bisanya disingkat DIAPPERS
·
D : delirium
·
I : Infeksi (symptomatic UTI)
·
A : Atropic Vaginitis atau urethritis
·
P : Pharmaceutical agents
·
P : Physicological disorder (depresi, gangguan
behavioral)
·
E : Excess urine output (intake cairan
berlebih, alkoholik atau ketergantungan kafein, diuretik, edema perifer, CHF,
gsnggusn metsbolik seperti hiperglikemia dan hipercalcemia)
·
R : Restricted mobility (ketidakmampuan
menjangkau kamar mandi tepat waktu untuk BAK)
·
S : Stool impaction
Dalam hubungannya dengan infeksi UT,
kondisi seperti kanker kandung kemih, batu kandung kemih, dan bagian tubuh lain
bisa menyebabkan iritasi kandung kemih, yang mengakibatkan kontriksi kandung
kemih involunter dan kontinensia. Penyebab infeksi yang jarang menyebabkan
inkontinensia seperti AIDS, herper genital yang mengenai area perineal, an
neurosifilis. Batu atau neoplasma juga bisa menyebabkan inkantinensia dengan
obstruksi.
Penyebab
neurologis
Lesi korteks (seperti dari stroke,
tumor, aneurisma, hemage) bisa menyebabkan berkemih yang tidak sesuai yang
dapat menyebabkan menurunnya sensasi dan atau relaksasi spincher uretra
terganggu.
Lesi pada tulang belakang bisa merusak
sistem simpatik dan parasimpatik, menyebabkan inkontinensia urin. Penyakit
syaraf perifer seperti neuropati perifer diabetik bisa menyebabkan
inkontinansia melalui disfungsi kontraktil pada kandung kemih.
Penyebab
farmakologis
·
Anticholinergic atau efek samping
(antipsikotik, antidepresan) – retensi urin yang menyebabkan inkontinensia
·
Alpha andrenergic agonis – retensi urin
·
Alpha antagonist – relaxasi uretral
·
Diuretik – meningkatkan kapasitas kandung
kemih pada lansia
·
Calcium chanel blockers – menurunkan
kontraktilitas otot polos pada kandung kemih; retensi urin
·
Sedatif hipnotik – imobilitas sekunder ke
sedadi, mengarah pada inkontinensia functional
·
ACE inhibitor – efek diuretik, efek batuk
dengan relaksasi permukaan otot pelvis
·
Antiparkinson – urgensi urin dan konstipasi
(medscape, 2014)
3.
Klasifikasi
a.
Transient incontinence
Merupakan
sepertiga dari inkoninensia pada lansia dan stengah dari lansia yang
hospitalisasi. Meskipun UI transient lebih mungkin terjadi pada orang dengan
kelaian saluran kemih bagian bawah,
namun bisa juga karena faktor pencetus tambahan lain.
b.
Urge incontinance
Urge
UI merupakan tipe paling umum pada lansia. Dikarakteristikan dengan urgensi
cepat, frekuensi dan nocturia; volume bisa sedikit atau banyak. Istilah
Overractive bladder mengarah pada kondisi dimana freuensi, nokturia, dan
urgensi . urge UI berhubungan dengan overaktivitas destrusor yang bisa karena
usia, idiopati, lesi sekunder pada CNS, atau dengan iritasi lokal kandung kemih
(infeksi, batu kandung kemih, inflamasi, tumor). Penyebab urge UI yang jarang
terjadi antara lain intersititial cystitis dan injuri tulang belakang, yang
mengakibatkan kerusakan destrusor dan spincher.
Biasanya
rembesan urin akan terjadi saat menuju kamar mandi.
c.
Stress incontinance
Stress
UI, tipe paling umum nomer 2 pada UI di wanita usia lanjut, hasil dari
kerusakan mekanisme spincher untuk menahan selama pengisian kandung kemih.
Stress UI muncul bersama dengan tekanan intra abdominal dengan kontraksi
kandung kemih. Perembesan terjadi karena kerusakan otot dasar pinggul, atau
yang jarang terjadi karena kerusakan penutupan uretral. Defisiensi spincher
intrinsik muncul dengan trauma dan luka karena pembedahan anti inkontinensia
pada wanita dan prostatectomi pada laki-laki, atau dengan atropi uretral parah.
Perembesan ini bersifat terus menerus dan muncul ketika sedang duduk atau
berdiri.
d.
Mixed incontinance
Campuran
antara transient incontinance dengan stress incontinance
e.
Overflow incontinence
Overflow
UI disebabkan karena aktivitas detrusor yang menurun, obstruksi bladder, atau
keduanya. Rembesan kecil secara volum namu bersifat terus menerus. Gejalanya
meliputi terputus-putus, pancaran kencing lemah, intermitten, pancaran kecil,
frekuensi dan nokturia.
4.
Faktor resiko
·
Obesitas
·
Mengedan saat BAB
·
Aktivitas berat
·
Penyakit paru obstruktif kronis
·
Merokok
5.
Epidemiologi
Dalam
banyak kasus, inkontinensia urin tidak terdiagnosan dan tidak terlaporkan.
Diestimasikan 50-70% wanita dengan inkontinensia urin tidak mendapatkan
penanganan medis karena stigma sosial. Hanya 5% dari individu dengan
inkontinensia di komunitas dan 2% di rumah perawatan mendapatkan penanganan
medis yang tepat. Orang dengan inkontinensia biasanya hidup dengan ondisi
seperti itu selama 6-9 tahun sebelum mendapatkan terapi medis.
Inkontinasia
urin diestimasikan menyerang 10-30 juta orang di US dan 200 juta di dunia. Harga
terapi yang dihabiskan oleh penderita inkontinesia urin di USA sebesar $16,3
milyar, 75% nya adalah pengobatan oleh wanita.
Jenis
kelamin dan usia
Usia
merupakan faktor resiko terbesar pada inkontinensia urin, meskipun di banyak
usia, inkontinensia urin 2x lebih beresiko pada wanita daripada pria. UI
menyerang sekitar 7% anak-anak usia lebih dari 5 tahun. 10-35% dewasa, 50-84%
lansia dengan fasilistas kesehatn dalam waktu lama. Insidensinya 1.4% pada
orang dewasa usia 15-24 tahun dan 2.9% pada usia 55-64 tahun.
Pada
analisa cross-sectional pada wanita yang berpartisipasi di tahun 2005-2006,
National Health and Nutrition Examination Survey, mendemonstrasikan pravelensi
inkontinensia urin meningkat sebanding dengan usia, tetapi melaporkan prevalensi
yang secara keseluruhan lebih rendah dibanding penelitian lain. Prevalensinya
6.9% pada wanita usia 20-39 tahun, 17.2% pada usia 60-79 tahun, dan 31.7% di
wanita usia lebih dari 80 tahun.
Secara
umum, penelitian menunjukkan bahwa inkontinensia stress lebih banyak terjadi
pada wanita kurang dari 65 tahun, sementara inkontinensia urge dan campuran
banyak terjadi bada wanita usia lebih dari 65 tahun.
Inkonintesia
stress terjadi pada 15-60% wanita, baik muda maupun lansia. lebih dari 25%
atlet muda di perguruan tinggi yang aktif olahraga.
Suku
dan etnis
Fultz
et al menemukan bahwa 23.02% wanita kulit putih melaporkan inkonentesia,
dibanding dengan 16.17% wanita kulit hitam. Pada penelitian Anger et al,
berdasarkan pada NHANES tahun 1999-2000, pavelensi inkontinensia urin lebih
tinggi pada wanita kulit putih non-Hispanic (41%) daripada hitam non-Hispanic
(20%) atau wanita Mexican-American (36%)
Howard
et al mendiskribsikan perbedaan fungsional dan morfologis pada sistem spincher
uretra dan otot panggul pada ras kulithitam dan kulit putih. Wanita kulit hitam
menunjukkan 29% lebih tinggi tingkat tekanan untuk menutup urethral selama
kontraksi maksimal otot pelvis. Namun 36% hipermobilitas leher kandung kemih
lebih besar seperti hasil yang sudah diujikan dengan cotton-swab test.
Sears
et al melaporkan bahwa antara pasien dengan inkontinensia, urge incontinence
lebih banyak pada wanita kulit hitam (51.5%),
sedangakan stress incontinence secara signifikan lebih banyak terjadi
pada wanita kulit putih (66.2%).
(Medscape, 2014)
6.
Patofis
7.
Sign and symptoms
·
Tanda
·
Rembesan urin saat diminta untuk batuka atau
mengejan selama pemeriksaan dengan atau tanpa kandung kemih yang terisi penuh
·
Kontraksi kandung kemih tidak terkontrol pada
pemeriksaan khusus kandung kemih
·
Jumlah besar urin pada kandung kemih tersisa
setelah berkemih yang dapat ditemukan dengan USG atau pengujian lain
·
Penyempitan atau penyumbatan uretra ditemukan
stelah tes khusus
·
Gejala
·
Rembesan urin saat kegiatan fisik seperti
olahraga, batuk, tertawa, bersin atau mengubah posisi.
·
Sebuah dorongan kuat untuk BAK diikuti dengan
rembesan tidak terkendali
·
Kebutuhan untuk ketegangan saat berkemih
·
Sering berkemih, buang air kecil lebih dari 8x
per hari atau lebih dari 2x per malam.
8.
Pemeriksaan diagnostik
·
Pengkajian riwayat kesehatan
Pengkajian fokus berkemih :
·
Keparahan dan kuantitas berkemih serta
frekuensi berkemih
·
Durasi keluhan dan kapan masalah akan memburuk
·
Faktor pencetus (batuk, bersin, berpindah,
suara air mengalir, dst)
·
Bersifat konstan atau intermitten dan
provokasi dengan sedikit peningkatan tekanan intra abdominal, seperti
berpindah, berubah posisi, dan inkontinensia dengan kandung kemih kosong
·
Frekuensi, urgensi, disuria, nyeri dengan
kandung kemih penuh, dan riwayat UTI
·
Riwayat bedah pelvis
·
Riwayat prosedur urologis
·
Gaya hidup, seperti merokok, alkohol, caffein,
atau faktor lain yang meningkatkan peningkatan tekanan intra abdominal
·
medikasi
·
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik difokuskan pada komplain pasien, terapi medis saat ini dan riwayat terapi
bedah. Tiap pasien diukur BB, TB, BP, dan nadi. Obesitas memiliki kontribusi
penting pada inkontinensia stress.
Pasien
harus dilakukan urinalisis dan kultur. Diukur volume residual setelah berkemih.
Pengkajian
cardiac dan pulmonary. Pengkajian untuk melihat bekas luka, hernia, masase,
organomegali, dan kandung kemih yang buncit setelah BAK.
Punggung
diinspeksi adanya deformitas, dimpling, sudut kostevertebre dipalpasi.
Permukaan kulit, deformitas, dan adanya luka bedah harus dikaji lebih lanjut.
·
Cotton swab test
Ini
digunakan untuk mengkaji mobilitas ureta pada wanita. Untuk melakukan tes,
tempatkan pasien pada litotomi dorsal. Pastikan meja pengkajian pararel
terhadap lantai. Masukkan lubrikan steril pada cotton swab melalui uretra
sampai cotton swab senyentuh leher kandung kemih. Cotton swab ditarik mundur
sampai didapatkan peningkatan resistensi, mengindikasikan bahwa ujung cotton
swab memasuki uretra.
Wanita
dengan anatomi pelvis normal seharusnya memiliki sudut 0o dengan
lantai. Perubahan lebih dari 30o mengindikasikan urethral
hipermobilitas yang sering muncul pada inkontinensia stress, adanya defisiensi
spincher intrinsik juga harus dicurigai.
·
Pad test
Test
pad merupakan tes objektif yang menunjukkan apakah hilangnya cairan pada pasien
karena urin. Intravesical methylene blue, oral phenazophoridine (pyridium),
atau oral urised (methenamine, methylene blue, phenyl salicilate, benzoic acid,
atropine sulfat, hyoscyamine) digunakan sebagai agen pewarna. Methylene blue
dan urised mengubah urin menjadi biru, phenazophyridine mengubah urin menjadi
orange.
Test
pad bisa digunakan untuk jangkan pendek maupun panjang. Tes jangka pendek
memiliki keuntungan kepatuhan dan
kenyamanan pasien terjamin. Tes jangka panjang mungkin lebih representatif pada
inkontinensia sehari-hari.
Tes
jangka pendek umumnya melibatkan subjek volume minum yang digunakan untuk
mengisi kandung kemih. Pembalut ditimbang dan
dipakaikan untuk pasien. Pasien diintruksikan unruk melakukan kegiatan
tertentu seperti batuk, berjalan ditempat, membungkuk, mengangkat, dan mencuci
tangan. Interval pengujian antara 15 menit sampai 2 jam. Pada akhir periode
pengujian, pad akan dilepas dan ditimbang.
Tes
jangka panjang dilakukan di bawah kondisi normal selama 24-48 jam. Setiap pad
ditimbang dan kemudian ditimbang lagi setelah digunakan pasien di rumah, atau pad
ditempatkan dalam kantong kedap udara dan kemudian ditimbang oleh dokter.
Setiap
kenaikan 1gr berat setara dengan 1mL urin. ICS menganggap perubahan berat
kurang dari 1gr selama tes selama 1 jam dikatakan negatif. Keputihan dan
keringat dapat menjadi faktor fisiologis lain dari kenaikan berat pad.
Pengujian tidak boleh dilakukan saat menstruasi.
·
Paper towel test
Paper
towel test memberikan perkiraan tingkat kehilangan urin secaracepat. Pasien diminta
batuk berulang-ulang dan keras dengan handuk kertas dekat dengan uretra
Standarisasi
dilakukan dengan volume cairan yang menetes pada handuk kertas yang
digunakanuntuk tes. Daerah penyebaran cairan yang terlihat pada handuk dihitung
untuk setiap volumenya.
·
Stress testing
Merupakan
observasi secara langsung keluranya cairan menggunakan tekanan batuk. Dilakukan
dengan mengisi kandung kemih minimal 200-250 mL. Pasien pada posisi litotomi
atau berdiri. Karakteristiknya, pasien dengan stress inkontinesia menunjukkan
keluarnya pancaran urin dengan cepat. Tes ini dilakukan dengan berbagai posisi.
Jika pada posisi litotomi rembesan tidak terobservasi, tes dilakukan dengan
berdiri. Jika rembesan dapat terlihat, maka tes ini dikatakan positif.
(medscape, 2014)
9.
Penatalaksanaan
Tata Laksana Konservatif
a.
Edukasi gaya
hidup:
mengurangi asupan kafein,
modifikasi asupan cairan yang tinggi atau rendah dianjurkan pada wanita dengan
inkontinensia urin. Wanita dengan IMT > 30 disarankan menjalani program
penurunan BB (National institute for health and clinical excellence,
2004).
b.
Terapi fisik
pelatihan otot dasar panggul
(misal senam kegel), 8 kali kontraksi yang dilakukan 3 kali setiap hari. Stres
inkontinensia urin atau kombinasi,dilakukan selama 3 bulan. Pada inkontinensia
urin urgensi atau kombinasi dilakukan selama 6 bulan (National institute for
health and clinical excellence, 2004).
c.Pemakaian pempers atau kateterisasi
Terapi Medikamentosa
·
Oksibutinin:
obat standar pada anak terutama pada buli-buli yang hiperaktif (overactive
bladder).
·
Imipramin:
memperbaiki fungsi pengisian dan penampungan buli-buli, diduga melalui efek
agonis adrenergik dan sering dikombinasi dengan antispasmodik atau
antikolinergik.
·
Untuk
kasus-kasus hiperaktivitas otototot dasar panggul pada saat berkemih, dapat
dicoba dengan fisioterapi berupa latihan otot dasar panggul (bladder and
pelvic-floor training).
·
Kasus-kasus
inkontinensia akibat buli-buli neurogenik perlu dilakukan tindakan
kateterisasi.
·
Obat-obatan :
antikolergenik, antispasmodik, trycyclic antydepresan, esterogen, antidepresan,
serotonin/norepinephrin reuptake inhibitor, alpha andregenic blocker, botulinum
toxins.
Tata
Laksana Bedah
Jika inkontinensia urinnya tidak
dapat ditatalaksana secara konservatif, kasus tersebut perlu dilakukan tindak
lanjut jangka panjang. Prosedur retropubic mid-urethral tape dengan
pendekatan bottom-up dengan mesh macroporous polypropylene juga
dianjurkan bila tata laksana konservatif stres inkontinensia urin mengalami
kegagalan (National institute for health and clinical excellence, 2004).
Bentuk-bentuk terapi operatif diantaranya kolvorafi anterior, uretropeksi
retropubik, prosedur jarum, prosedur sling pubovagina dan periuretral
bulking agent.
10.
Pencegahan
·
menjaga berat badan. Obesitas akan memicu
inkontinensia
·
mengosongkan kandung kemih secara rutin (tiap
2-4 jam). Pastikan kandung kemih benar-benar kosong
·
melakukan latihan otot pelvis secara rutin
·
tidak merokok, membatasi konsumsi alkohol
·
BAB rutin
Lucas, M.G, et al. 2012. Guidlines of Urinary Incontinence.
European Assocation of Urology
Lipsy, Susan, et al. 2006. Bladder
Health Awareness Task Force : Urinary Incontinance patient fact sheet. Society of Urologic Nurses and Associates
Vasavasa, sandy
P. 2014. Urinary Incontinence.
Medscape. Available at emedicine.medscape.com/article/452289-overview
Potter &
Perry (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses &Praktek.
Edisi 4. Vol 1. Jakarta : EGC